...::Selamat Datang di Coretan kitieHarjanto::...

Senin, 30 Januari 2012

Jeritan Kesedihan Seorang Wanita Akibat Chatting

Bismillahir-Rahmanir-Rahim ....

Aku seorang gadis dari keluarga taat beragama dan ternama. Aku dididik di atas akhlak dan pendidikan Islam. Aku bukan gadis rendahan atau pencari hiburan. Aku tidak membayangkan suatu hari di mana aku melakukan perbuatan yang mengundang murka Allah. Aku menikah dengan seorang laki-laki yang dihormati. Dia mencintaiku dan aku mencintainya. Dia sangat mempercayaiku, sangat memanjakanku. Bahkan ke­luargaku dan beberapa kerabat mengakui bahwa aku sangat dimanjakan oleh suami. Kemanjaan yang belum pernah didapatkan oleh seorang istri di manapun.


Aku tidak pernah ingat bahwa aku pernah me­minta sesuatu kepada suami, tapi dia menolaknya dengan mengatakan’tidak’. Semua yang aku minta, dia penuhi. Sampai tibalah hari ketika aku memintanya memasang internet.

Pertama kali dia menjawab, “Menurutku, itu kurang baik dan kurang cocok bagimu, karena kamu telah bersuami.” Tapi aku berhasil membujuknya, dan dia pun menghadirkannya. Aku bersumpah kepadanya tidak akan menyalahgunakannya.

Dia setuju. (Seandai­nya saja dia tidak setuju). Aku masuk dunia internet dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Suamiku pergi bekerja dan aku mejelajahi internet setiap hari. Kadang-kadang juga ketika dia ada di rumah. Dia tidak pernah bertanya apa yang aku lakukan, karena dia percaya kepadaku.

Hari berlalu… seorang temanku pengguna internet menceritakan kepadaku tentang chatting. Dia berka­ta kepadaku bahwa itu sangat mengasyikkan. Orang orang saling berbicara selama berjam-jam tanpa terasa. Pertama kali aku hanya menganggapnya perbincangan sambil lalu. Saat itulah aku mengenal seseorang. Kami setiap hari chatting. Orang ini berakhlak mulia. Belum pernah aku menemukan orang seperti dia di antara orang-orang yang chatting denganku. Berjam-jam aku dan dia chatting.

Suamiku menghampiriku, melihatku dan dia marah karena waktuku habis hanya di depan internet. Walaupun aku mencintai suamiku clan aku belum meli­hat cinta seperti cintaku kepadanya. Akan tetapi aku juga mengagumi, hanya mengagumi, orang yang ber­bincang denganku lewat chatting.

Dengan berjalannya waktu kekagumanku kepa­danya berubah menjadi cinta yang mengalahkan cinta­ku kepada suamiku. Aku berlari dari kemarahan suami­ku ke internet untuk berbincang kepadanya. Dalam satu kesempatan, aku kehilangan kontrol. Aku bertengkar dengan suamiku. Akibatnya dia memutus internet dan mengeluarkan komputer dari rumah.

Aku marah kepada suamiku, karena untuk pertama kalinya dia marah kepadaku. Aku membalasnya dengan memutuskan untuk berbicara dengan orang itu melalui telepon. Padahal sebelumnya aku telah meno­laknya, meski berkali-kali dia meminta itu kepadaku.

Di malam yang sial itu aku meneleponnya. Aku berbicara dengannya. Inilah awal pengkhianatanku ke­pada suamiku. Setiap suami keluar, aku langsung menelepon dan berbicara dengannya.

Dia berjanji menikahiku, jika suamiku mencerai­kanku. Dia meminta, bahkan ngotot, bertemu dengan­ku. Akhirnya aku terseret oleh keinginannya, aku mene­muinya. Bahkan sering, sampai aku terjerumus ke da­lam dosa istri terbesar kepada suaminya.

Terjalinlah hubungan haram di antara kami. Aku benar-benar mencintainya. Aku putuskan untuk me­minta cerai kepada suamiku. Suamiku bertanya, ada apa? Semakin banyak masalah antara aku dan suamiku. Aku tidak tahan dan aku semakin membencinya.

Selanjutnya, suamiku mulai mencurigaiku dan menyelidiki urusanku. Suatu ketika dia menemukan bukti bahwa aku telah berbicara dengan seorang laki-­laki melalui telepon. Dia menginterogasiku, dan akhir­nya aku mengakui hal yang sebenarnya. Aku berkata, “Aku tidak menginginkannya dan benci hidup bersama-nya.“

Walaupun demikian suamiku tetap bersikap baik kepadaku. Dia tidak membuka aibku atau melaporkan­nya kepada keluargaku. Dia berkata kepadaku. “Aku mencintaimu. Aku tidak bisa terus begini bersamamu, wahai anak manusia. Semoga Allah menutup kesalahan kita dan kesalahanmu. Akan tetapi kamu harus mengatakan kepada keluargamu, bahwa kamulah yang tidak ingin hidup bersamaku.”

Aku membencinya hanya karena persoalan sepele seputar internet. Dia bukanlah orang yang memperlaku­kanku dengan buruk, bukan orang yang bakhil kepada­ku dan tidak pernah melalaikan apapun terhadapku. Hanya karena dia mengatakan, “Aku tidak ingin ada internet di rumahku.” Aku lalu membencinya.

Sungguh, aku telah buta. Aku tidak mengetahui semua, itu kecuali ketika nasi telah menjadi bubur. Aku kembali kepada laki-laki selingkuhanku itu. Kami terus bertemu dan bermain.

Dia tidak melamarku, maka kami bertengkar. Aku katakan kepadanya, “Jika kamu tidak melamarku, maka aku akan meninggalkanmu.”

Dengan tenang dia menja­wab,

“Wanita tolol, bagaimana kamu percaya ketika aku berkata kepadamu bahwa aku tidak bisa mengenal se­lainmu. Dan aku bersumpah aku tidak pernah bertemu dengan wanita yang lebih manis darimu. Kamulah wanita termanis yang pernah aku jumpai dalam hidup­ku. Kedua… seandainya aku menikah, maka aku tidak akan menikahi wanita yang mengenal orang lain selain diriku, atau seorang wanita yang aku kenal melalui cara yang salah, seperti chatting. Lebih-lebih wanita berumur dan berakal sepertimu. Seandainya aku berpikir untuk menikah melalui chatting, niscaya aku akan memilih gadis remaja yang bisa aku bentuk sesuai keinginanku. Bukan sepertimu, yang sudah bersuami dan berani mengkhianati suaminya.”

Aku bersumpah kepada kalian, itulah kata-kata­nya. Ucapannya aku menukilkan kepada kalian, seperti dia mengatakannya kepadaku. Aku tidak berbohong. Tidak menambah dan tidak pula mengurangi, tidak satu kata pun. Aku sekarang sangat bingung. Sering aku ber­pikir untuk bunuh diri. Aku memohon kepada Allah agar memberikan petunjuk dan menjauhkanku dari jalan kegelapan.

Nasihatku kepada seluruh ukhti muslimah, agar kalian menjaga apa yang telah kalian cintai. Jangan tertipu oleh bualan banyak pemuda yang mengambil kesempatan melalui chatting untuk menjerumuskan para gadis, bahkan para wanita yang telah bersuami. Hal ini lebih mudah bagi mereka daripada pembicaraan jorok di pasar, sekaligus sebagai peluang besar untuk menjerat para wanita demi memenuhi nafsu mereka.

Kenyataannya kadang-kadang gelap dan samar. Beginilah apabila kedunguan, kerendahan serta mengi­kuti hawa nafsu berkumpul dalam satu pihak, ditambah kelicikan dan keburukan di pihak lain.

Marilah kita berdoa kepada Allah agar membe­baskannya dari kesulitannya dan menerima taubatnya. Sesungguhnya taubat Allah itu tidak berbatas dan meliputi segala sesuatu. Kita juga mendoakan laki-laki itu agar menghapus kesalahannya dan kembali ke jalan yang lurus, karena Allah memberi kesempatan dan tidak melalaikan.

Dan barangsiapa tidak bertaubat kepada-Nya dengan segera sebelum kematian menjem­putnya, maka bisa saja Allah mengujinya pada dirinya atau kehormatanya di dunia, atau Allah menunda adzabnya di Akhirat. Dalam hal ini keduanya sama?sama merugikan. “‘ [Website Muntada ats-Tsurayya]


Sumber
(Sumber: Buku ”Korban Lelaki Hidung Belang”, Khalid Abu Shalih, Penerbit Elba, Hal.194-199.)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

woh, tak pikir di cerita itu dirimu

Posting Komentar