ciplok
Bagian 1
Hujan lagi. Hujan ke-4 di minggu ini. Dari jendela rumah, langit tampak mulai bersih. Tapi hujan, belum memberi tanda akan pamit.
Sebatang kersen di kanan halaman tampak guyah. Sendiri. Seperti menggigil. Angin baginya mungkin teramat kejam. Berkali-kali ia bergerak. Dan daunnya, selembar, yang agak kuning, jatuh. Melayang sebentar di udara, dibelokkan angin. Berputar arah, mengena tanah. Basah. Terbang lagi, hilang dari mata: nuju nasibnya yang lain.
Seorang perempuan melintas. Menggamit roknya. Bersijingkat. Melewati cekungan-cekungan air. Hilang di tikungan, juga mengikuti nasibnya.
Setiap kali hujan, bahkan yang paling rintik pun, aku selalu begini: membuka jendela, menggeser tirainya, mempermainkan khayal, melamun.
Aku tak pernah tahu, kuasa apa yang bisa mencengkram benakku. Apa bau tanah basah, tiktok air di genteng, atau tempias yang memburamkan jendela, gelegar atau cahaya guruh?
Ah, rasanya bukan itu, tapi kamu. Ya kamu, Arca, perempuan yang selalu datang bersama hujan.
Kamu suka hujan. Kamu suka mendengar suara percikannya. Menciumi aromanya. Merasakan suasananya. Semua itu buatmu makin menyukai hujan. Ah, Arca. Caramu bermesraan dengan hujan, buatku patah hati tak karuan.
Aku cemburu. Hujan tlah buatmu begitu mencandu. Mencumbuinya dengan bermain khayalan, membaca buku, atau menyeruput kopi jahe panas. Bahkan jika kamu bermesraan dengan badai sekalipun, hujan tak akan sanggup menyakitimu. Sebab aku yakin, hujan tlah jatuh cinta padamu.
“Arca.”
“Ya, Gilang.”
“Aku tidak besar kepala, kan ?”
“Soal apa?”
“Isi tulisan itu.”
“Kenapa?”
“Karena bukan hanya kamu yang senang dengan semua ini. Jujur. Aku juga senang.”
Arca pun tersenyum.
“Rasanya seperti ada yang mengisi hari-hariku, Arca, dan itu mengalir begitu saja. Seperti ada yang aku tunggu.”
“Gilang, dengarlah….”
Mendengar suaramu, kini menjadi kebahagiaan tersendiri bagiku. Menanti lelaki hujanku, kini menjadi kerinduan berarti buatku. Taukah kamu? Kini rindu itu mulai menyebar ke nadi. Dan, rindu itu mulai melahirkan kebahagiaan tersembunyi.
http://ciplok.blogspot.com/2010/11/tentang-seorang-perempuan-yang-begitu.html
0 komentar:
Posting Komentar