~Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
"Cerita Kecil Tentang Padi dan Kotoran"
Konon cerita, terjadi dialog antara serumpun padi dengan setumpuk kotoran manusia yang berbeda di tengah sawah:
Padi:
>>Manusia adalah penipu ulung, hai kotoran...
Kotoran:
>>>Kenapa Anda bersangka buruk demikian, hai padi...?
Padi:
>>Ketahuilah hai kotoran, bahwa manusia amat memerlukan kami ini. Mereka seakan-akan tidak bisa hidup tanpa kami.
Mereka tanam kami beramai-ramai, dengan gelak dan tawa, kami kemudian disemai, dipelihara dengan penuh kehati-hatian. Bila kami ini tumbuh menghijau, tersenyum banggalah manusia itu. Mereka sayangi kami. Mereka lindungi kami. Bila kami ini tumbuh menghijau mereka jaga kami baik-baik, mereka lindungi kami dari bahaya wereng dan dari segala gangguan. Mereka lemparkan rumput-rumputan yang ada di samping kami, agar makanan kami yang ada di bumi jangan sampai direbut oleh rumput-rumput itu. Lebih-lebih kami ini tampak menguning emas di tengah sawah.
Dielus-elus kami ini, disayang seribu sayang. Cerialah si manusia itu. Di malam hari kadang-kadang mereka bermimpi indah membangun rumah gedung di desa, hasil dari penjualan kami ke kota selain apa yang mereka makan. Bila sampai waktunya panen, kami diambil beramai-ramai, disimpan di dalam lumbung. Kami sedikit gembira, tiada lagi merasa kepanasan dan kedinginan. Namun sesudah itu apa yang terjadi. Kami ditumbuk, digesek, dimasukkan ke satu tempat yang mereka namakan "mesin padi". Kami berebutkan keluar, panas, perih, sakit tidak ternyana. Meskipun demikian kami tidak merasa keberatan karenanya. Manusia menciumi kami ini sejenak, terkilas senyum bangga di wajah manusia. Kami berubah warna dan rupa, mulus, sedap dipandang. Dimana-mana manusia memperebutkan kami ini. Masing-masing manusia dengan keluarganya menghidangkan kami sesuai dengan keadaan dan tempat, setelah kami ditanak. Mulai dari meja makan Presiden dan Raja-Raja, sampai kepada tikar-tikar terhampar di gubuk-gubuk si tukang becak, mulai dari restauran berbintang sampai ke warung di pinggir jalan, kami selalu ada dan dihormati.
Kotoran:
>>>Mengasyikkan sekali ceritamu wahai padi, Bukankah itu suatu pertanda bahwa engkau didambakan, disayangi, dihormati oleh manusia. Berbahagialah engkau, wahai padi.
Seharusnya engkau bersyukur kepada ALLAH yang telah menciptakan engkau dengan rahmat kasih-Nya. Kalau tidak karena rahmat kasih-sayang-Nya, tidak mungkin engkau bisa mendapatkan penghormatan demikian dari manusia.
Tidak seharusnya engkau risau dan berburuk sangka kepada manusia.
Padi:
>>Aku selalu bersyukur kepada ALLAH dan memuja memuji-Nya. Bukankah ALLAH menyatakan "mengucapkan tasbih puja/puji kepada ALLAH apa pun yang ada di langit dan di bumi" termasuklah kami ini, bangsa padi.
ALLAH tidak pernah menyia-nyiakan dan menghina kami, "la khalaqta hadza bathila" (Tidak Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia). Begitu bunyi ayat yang tercantum dalam Al-Qur'an. Tetapi manusia tidaklah demikian. Setelah kami dimakannya dengan lahap, bila sampai waktunya kami keluar dari perut manusia, berubah wujud, warna dan bau seperti engkau sekarang ini wahai kotoran, ---engkau adalah perubahan wujudku, hai kotoran--- manusia pun jijik melihat kita lagi. Cemberut wajahnya bila memandang kita. Tak sudi lagi, jangankan memegang, melihat sejenak pun tidak sudi.
Tidak seperti dahulu, dielus-elus, kadang-kadang dicium mesra. Inilah yang kumaksud, "bahwa manusia adalah penipu ulung".
Kotoran:
>>>Sungguh keliru engkau hai padi; Aku pun sadar sepenuhnya bahwa sebagian dari wujud diriku ini adalah engkau. Namun aku yakin bahwa "rahmat dan kasih sayang ALLAH selalu dapat kurasakan", meskipun bau dan wujudku demikian ini.
Bukankah ALLAH ciptakan segala sesuatu ini tidak ada yang sia-sia...? Seharusnya engkau menyadari sepenuhnya bahwa sebelum engkau lahir ke dunia ini, engkau telah menandatangani kontrak di hadapan ALLAH, besedia pula untuk menjalani perubahan bentuk, rupa dan keadaan, seperti keadaanku sekarang ini. Sikap dan persangkaanmu itu, seakan-akan menyesali perlakuan ALLAH terhadap dirimu, sekaligus berarti menyesali kehadiranmu di muka bumi ini.
ALLAH berfirman: "Janganlah anda berputus asa terhadap rahmat ALLAH." Aku sendiri, tidaklah menyesali keadaanku seperti ini, wahai padi. Silakan manusia untuk melecehkan atau menyepelekan aku, karena begitulah ketentuan ALLAH buat mereka. Akupun dilarang oleh ALLAH untuk mendekati mereka di saat mereka hendak melakukan shalat, aku taatilah ketentuan itu. Tetapi pada suatu saat aku akan dihargai oleh manusia.
Dipegangnya aku untuk pupuk tanam. Aku menyatu dengan tumbuh-tumbuhan, aku ada pada bunga-bunga, sayur-mayur dan buah-buahan. Ada satu hal yang mengasyikkan buatku, wahai padi, manakala aku telah menyatu dengan sekuntum bunga yang tumbuh di halaman rumah, lalu datang seorang gadis cantik di hadapanku, senyum ceria menghiasi wajahnya, lalu dibelainya aku, dipetiknya bunga itu, diciumnya aku dengan mesra, ---padahal aku di dalam bunga itu--- lalu kemudian diletakkan aku di vas bunga, sebuah jambangan bunga yang indah di ruang tamu, sebagai penghias rumah gedung itu. Disinilah aku dapat merasakan suatu kenyataan yang paling nyata dan yakin seyakin-yakinnya bahwa ALLAH RAHMAN RAHIM, Penuh kasih-sayang terhadap apa pun yang ia ciptakan. Oleh sebab itu yakinilah bahwa ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala adalah AR-RAHMAN RAHIM, rahmat ALLAH selalu ada. Di dalam Al-Qur'an rasanya tidak ada disebutkan bahwa padi sebagai penyala api neraka, lain halnya dengan manusia dan batu. Janganlah pula menyesali kehadiranmu di muka bumi ini, menyesali taqdir yang ALLAH tentukan buatmu, relalah engkau terhadap segala perubahan yang terjadi itu.
Padi:
>>Astaqfirullah, benarlah apa yang engkau ungkapkan itu, wahai kotoran...
Demikianlah percakapan serumpun padi dengan setumpuk kotoran manusia. Suatu percakapan yang cukup mengasyikkan dan pilosofis.
Yang perlu kita pantau, bagaimana diri kita ini apakah yakin dan dapat merasakan bahwa ALLAH PENGASIH PENYAYANG...
Subhanallah...
Allahu Akbar...
3 komentar:
masih saja sulit bagiku membayangkan keduanya berbicara. Apa tdk menakutkan??
nek seumpama asli, hmm lucu kali y mbah, ngrungokne gtu. jd pendengar mreka gnti
takut ah ...
Posting Komentar